Mereka
adalah para pemuda yang diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala serta Dia mengilhami
mereka keimanan, sehingga mereka mengenal Allah dan mengingkari keyakinan kaum
mereka yang menyembah berhala. Mereka mengadakan pertemuan untuk membicarakan
masalah akidah mereka disertai dengan perasaan takut akan kekejaman dan
kekerasan kaum mereka, seraya berkata, artinya,
“Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Ilah selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian ،K.” (Al-Kahfi: 14), yakni jika seruan kami ditujukan kepada selain-Nya, ،§maka sungguh kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (Al-Kahfi: 14), yakni perkataan keji, dusta dan zhalim. Sedangkan “kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai ilah-ilah (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka). Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-ada kebohongan terhadap Allah.” (Al-Kahfi: 15).
“Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Ilah selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian ،K.” (Al-Kahfi: 14), yakni jika seruan kami ditujukan kepada selain-Nya, ،§maka sungguh kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (Al-Kahfi: 14), yakni perkataan keji, dusta dan zhalim. Sedangkan “kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai ilah-ilah (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka). Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-ada kebohongan terhadap Allah.” (Al-Kahfi: 15).
Setelah
mereka sepakat mengenai keyakinan tersebut dan menyadari bahwa mereka tidak
mungkin menjelaskannya kepada kaum mereka, maka mereka memohon kepada Allah
Ta’ala supaya dimudahkan urusan mereka, artinya, “Wahai Rabb kami berikanlah
rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang
lurus dalam urusan kami (ini).” (Al-Kahfi: 10).
Kemudian
mereka berlindung ke gua, lalu Allah Subhannahu wa Ta’ala memudahkan urusan
mereka, melapangkan lubang gua serta menempatkan pintunya di sebelah utara,
sehingga tidak terkena sinar matahari; baik ketika terbit maupun saat terbenam,
dan mereka tertidur dalam gua di bawah penjagaan serta perlindungan Allah
Subhannahu wa Ta’ala selama tiga ratus sembilan tahun. Allah Subhannahu wa
Ta’ala telah melindungi mereka dari rasa takut, karena posisi mereka (gua)
berdekatan dengan kota kaum mereka.
Allah
Subhannahu wa Ta’ala senantiasa menjaga dan melindungi mereka dalam gua
tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,artinya, “Dan kamu mengira
mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan kami balik-balikkan mereka ke kanan
dan ke kiri” (Al-Kahfi: 18), supaya bumi tidak membusukan tubuh mereka.
Kemudian
Allah Subhannahu wa Ta’ala membangunkan mereka setelah tertidur dalam jangka
waktu yang cukup lama “supaya mereka saling bertanya diantara mereka sendiri.”
(Al-Kahfi: 19). Akhirnya mereka menemukan jawaban yang sesungguhnya,
sebagaimana hal tersebut ditegaskan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya,
artinya,
“Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini).” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi): “Rabb kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini.” (Al-Kahfi: 19). Allah Subhannahu wa Ta’ala menjelaskan kisah ini hingga akhir.
“Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini).” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi): “Rabb kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini.” (Al-Kahfi: 19). Allah Subhannahu wa Ta’ala menjelaskan kisah ini hingga akhir.
Tanda-Tanda
Kekuasaan Allah Dan Faidah-Faidah Yang Dapat Diambil Dari Kisah Tersebut
Di dalam
kisah tersebut terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala dan
faidah-faidah yang bermanfaat, di antaranya:
* Bahwa
kisah ashhabul kahfi, meskipun sangat mengagumkan, tetapi bukan merupakan tanda
kekuasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala yang paling mengagumkan, karena Allah
Subhannahu wa Ta’ala memiliki tanda-tanda kekuasaan tersendiri dan kisah-kisah
lain yang di dalamnya terdapat pelajaran berharga bagi orang-orang yang
berkenan merenungkannya.
* bahwa
orang yang memohon perlindungan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala, maka Allah
akan melindungi dan menyayanginya, dan menjadikan nya sebab-sebab untuk
menunjukkan orang-orang yang sesat. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah melindungi
ashhabul kahfi dalam tidur mereka yang cukup lama dengan memelihara keimanan
dan tubuh mereka dari gangguan serta pembunuhan kaum mereka dan Allah
Subhannahu wa Ta’ala menjadikan bangunnya mereka dari tidur mereka sebagai
tanda kesempurnaan kekuasaan-Nya, kebaikan-Nya yang banyak dan bermacam-macam,
supaya hamba-hamba-Nya mengetahui bahwa janji Allah Subhannahu wa Ta’ala pasti
benar.
* Adalah perintah menuntut ilmu-ilmu yang bermanfaat dan
mendiskusikannya, karena Allah Ta’ala telah mengutus mereka untuk tujuan
tersebut dan mengilhami mereka untuk berdiskusi di antara mereka seputar
keyakinan mereka dan pengetahuan masyarakat mengenai keyakinan atau perilaku
mereka sehingga diperoleh bukti-bukti dan pengetahuan bahwa janji Allah pasti
benar dan sesungguhnya kiamat itu pasti terjadi tanpa ada keraguan di dalamnya.
* Adalah berkenaan dengan etika seseorang yang merasa samar
mengenai sesuatu ilmu, maka hendaklah ia mengembalikannya kepada gurunya dan
berusaha untuk memahami dengan seksama pelajaran yang telah diketahuinya.
* Bahwa sah mewakilkan dan mengadakan kerja sama dalam jual
beli. Hal tersebut merujuk perkataan mereka,artinya, “Maka suruhlah salah
seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini”, kemudian
“،K maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19).
* Bahwa diperbolehkannya memakan makanan yang baik-baik dan
memilih makanan-makanan yang layak dan sesuai dengan selera seseorang selama
tidak melebihi batas-batas kewajaran. Sedang jika melebihi batas-batas
kewajaran maka hal tersebut termasuk perbuatan yang dilarang. Hal itu
didasarkan kepada perkataan salah seorang dari mereka,artinya, “،K dan
hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa
makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19).
* Adalah berkenaan dengan anjuran supaya memelihara,
melindungi serta menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat menimbulkan fitnah
dalam urusan agama dan harus menyembunyikan ilmu yang mendorong manusia berbuat
jahat.
* Adalah berkenaan dengan keterangan yang menjelaskan
perhatian dan kecintaan para pemuda itu kepada agama yang benar, pelarian
mereka untuk menjauhkan diri dari semua fitnah dalam urusan agama mereka dan
pengasingan diri mereka dengan meninggalkan kampung halaman serta kebiasaan
mereka untuk menempuh jalan Allah Subhannahu wa Ta’ala.
* Adalah berkenaan dengan keterangan yang menjelaskan hal-hal
yang tercakup dalam kejahatan, seperti kemadharatan dan kerusakan yang
mengundang kemurkaan Allah ƒ¹ dan kewajiban meninggalkannya, dan meniggalkannya
merupakan jalan yang harus ditempuh oleh kaum mukminin.
* Bahwa firman Allah Subhannahu wa Ta’ala,artinya,
“Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, “Sesungguhnya kami akan
mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya.” (Al-Kahfi: 21) menunjukkan
bahwa orang-orang yang berkuasa yang dimaksud ialah para penguasa ketika mereka
dibangunkan dari tidur mereka yaitu para penguasa yang telah beragama dengan
agama yang benar, karena para penguasa itu mengagungkan dan memuliakan mereka,
sehingga para penguasa tersebut berniat membangun sebuah rumah peribadatan di
atas gua mereka.
Meski hal itu dilarang khususnya dalam syari’at agama, maka
yang dimaksud ialah menjelaskan tentang ketakutan luar biasa yang dirasakan
Ashhabul Kahfi ketika membela dan mempertahankan keimanan mereka sehingga harus
berlindung di sebuah gua dan setelah itu Allah Subhannahu wa Ta’ala membalas
perjuangan mereka dengan penghormatan dan pengagungan dari manusia. Hal itu
merupakan kebiasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam membalas seseorang yang
telah memikul penderitaan karena-Nya serta menetapkan baginya balasan yang
terpuji.
* Bahwa pembahasan yang panjang lebar dan bertele-tele dalam
masalah-masalah yang tidak penting; maka hal itu tidak perlu mendapatkan
perhatian yang serius. Hal itu merujuk firman Allah Ta’ala,artinya, “Karena itu
janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran
lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada
seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22).
* Bahwa bertanya kepada seseorang yang tidak berilmu dalam
masalah yang akan dimintai pertanggungan jawab di dalamnya atau orang yang
tidak dapat dipercaya adalah terlarang. Hal itu merujuk firman Allah
Ta’ala,artinya, “،K dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda
itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22).
Sumber: Qishash al Anbiya،¦, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir
as-Sa،¦di, kisah no 33 dan 34. (Abu Hilmi)
0 komentar:
Posting Komentar